Penanganan Masalah Gizi di Indonesia

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, problematika gizi dan pangan di Indonesia merupakan hal yang kompleks dan sangat penting. Penanganannya membutuhkan kelembagaan yang kuat dengan melibatkan berbagai ahli, disiplin, juga profesi dari kementerian serta pemangku kepentingan.

“Mari kita kembangkan bersama, kita harus pikirkan bagaimana membangun nutrition centre yang bisa memberikan gizi terbaik dan harus kita akui pembentukan lembaga ini itu sangat-sangat sangat penting,” ungkap Menkes dalam sambutannya pada acara Seminar Gizi Nasional di Balai Kartini Jakarta, Senin (25/2/2013).

Menkes menegaskan, masalah gizi merupakan hal yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kekurangan gizi selain dapat menimbulkan masalah kesehatan juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.

“Dalam skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa,” ujarnya.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, prevelensi gizi kurang pada pada balita di Tanah Air masih sebesar 17,9 persen dan stunting 35,6 persen, dan diperkirakan 14,2 persen balita di Indonesia mengalami gizi lebih dan kegemukan (obesitas), bahkan pada kelompok dewasa, prevelensi gizi telah mencapai 21 persen.

“Kelebihan berat badan (overweight) akan berdampak buruk pada hari tua kita,” tandas Menkes.

Hal senada juga diungkapkan Profesor Soekirman, Guru Besar Ilmu Pangan IPB yang mengatakan masalah gizi ini tidak bisa tuntas kalau hanya dilakukan oleh satu sektor saja.

“Jadi harus melalui lintas sektoral. Bukan sendiri-sendiri. Dibicarakan dan dilakukan bersama lewat program BKKBN, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga Kementerian Kesehatan, dan lembaga lainnya,” ungkapnya.

Menurut Ketua Yayasan Kegizian untuk Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI) IPB yang juga Chairman Danone Institue ini, untuk bisa berhasil dalam program gizi nasional ini, juga harus memperhatikan program 1.000 hari pertama, sejak janin dalam kandungan hingga usia anak dua tahun.

“Ya, percepatan perbaikan gizi pada 1.000 hari pertama harus di mulai dari masa kehamilan sampai anak berusia 2 tahun,” tandasnya.

Beberapa program perbaikan gizi yang telah dilakukan beberapa perusahaan swasta di antaranya Ayo Melek Gizi Community dan Nutrion Education Center (AMG Connect)  hasil kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dan PT Sarihusada. Kerjasama ini memfasilitasi pendidikan gizi bagi 200 kader penggiat edukasi gizi masyarakat termasuk kader posyandu di wilayah Bogor serta pihak-pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan gizi masyarakat.

Selain itu, program yang dikembangan bersama dengan pakar nutrisi serta didukung oleh Kementerian Kesehatan ini juga menggandeng PKPU, ibu hamil dan para kader Posyandu untuk mengurangi permasalahan gizi pada balita yang menekankan tentang pentingnya pada pengenalan mengenai apa itu zat gizi, jenis zat gizi, serta Angka Kebutuhan Gizi (AKG).

Diharapkan dengan edukasi gizi ini para Ibu mampu untuk menyusun menu sederhana bagi anak dan keluarganya dengan kandungan gizi yang seimbang sehingga permasalahan kekurangan gizi di Indonesia dapat berkurang.

Hari Gizi Nasional yang diperingati setiap tanggal 25 Januari bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa berperilaku gizi seimbang dan berperan aktif dalam mengatasi masalah gizi ganda masyarkat terutama ibu dan anak.

Sumber: http://health.kompas.com

Related Posts

Leave a Replay

Recent Posts

Follow Us

Play Video