Pada masa sekarang ini, berbagai makanan siap saji dan inovasi lain dalam makanan dapat dengan mudah kita temukan. Ada makanan modern yang mengandung gizi, tetapi ada pula yang sedikit kandungan gizinya. Karena itulah kita tidak boleh melupakan makanan tradisional. Meski kelihatan sederhana, namun makanan tradisional memiliki gizi yang sangat diperlukan tubuh baik gizi mikro maupun makro.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ahmad Sulaiman, mengatakan itu pada peserta “Jelajah Gizi” di Yogyakarta, Minggu (4/11).
Profesor Ahmad Sulaiman menjelaskan, makanan tradisional ini akan lebih baik lagi jika disajikan dengan kemasan yang lebih menarik.
Menurutnya, selama ini makanan tradisional yang ada di pasar tradisional maupun di desa-desa sepertinya sudah mulai ditinggalkan konsumennya. Hal ini disebabkan karena kemasannya yang kurang menarik.
Sementara pada masa sekarang ini, telah muncul pandangan yang kuat bahwa makanan memiliki peranan yang sangat penting untuk kesehatan dan bahkan untuk pencegahan suatu penyakit.
Kecenderungan itu, memunculkan keinginan dan langkah masyarakat diantaranya untuk kembali ke alam atau back to nature. “Di bidang pangan, back to nature ini kemudian membawa banyak hal untuk kembali ke makanan tradisional,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Prof Ahmad Sulaiman mengungkapkan, di DIY terutama Gunungkidul, ternyata mampu menghasilkan pangan tradisional yang memiliki kandungan gizi macro dan mikro yang cukup memadai.
Sebab, kata dia, di Gunungkidul ada makanan olahan dari singkong seperti gatot dan thiwul, nasi beras merah, belalang dan sebagainya ternyata memiliki kandungan gizi yang cukup baik hingga membuat tubuh sehat dan kuat.
Selain itu, dia mencontohkan, produksi ASI yang merosot pada ibu-ibu menyusui, bisa ditingkatkan dengan mengkonsumsi daun ubi jalar.