Kendala Produksi Beras Analog IPB

Gerakan diversifikasi pangan mengganti nasi dengan umbi-umbian yang digaungkan oleh Kementerian Pertanian dan Pemerintah Kota Depok bersinergi dengan penemuan produksi beras analog yang diprakarsai Institut Pertanian Bogor (IPB). Penemu beras analog Slamet Budijanto mengatakan, produksi beras analog saat ini masih terbatas sekira 250 kg per bulan. Sementara itu, permintaan pasar untuk beras analog saat ini cukup besar.

Misalnya saja, Pemerintah Kota Depok saat ini sudah menjadikan beras analog sebagai makanan One Day No Rice (ODNR). Permintaan beras analog ini mencapai 50 kg per hari. Hal itu membuktikan sosialisasi yang dilakukan cukup berhasil.

“Peran Depok cukup sentral dalam permintaan beras analog, namun kami masih kewalahan dalam memenuhi permintaan itu. Belum lagi permintaan lainnya,” ujar Slamet kepada wartawan di Balai Kota, Depok, Senin (15/10/2012).

Menurut Slamet, perlu dibuat pabrik terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut. Saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk memproduksi dan industri besar yang ingin memasarkan beras analog.

Slamet memaparkan, beras analog terbuat dari tepung jagung dan sagu yang dihaluskan serta dicetak menjadi berbentuk seperti nasi. Dengan demikian, kandungan beras analog bisa dimodifikasi seusia dengan permintaan dan kebutuhan gizi.

“Misalnya saja kita bisa memodifikasi kebutuhan serat atau tambahan vitamin dalam beras analog, hal itu memungkinkan. Bahkan, dalam ospek mahasiswa baru di IPB, kami sajikan beras analog ini untuk ribuan mahasiswa. Dari 100 sampel mahasiswa, hanya satu yang enggak suka karena menurutnya terlalu lembut,” ujar doktor dari Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini.

Pembuatan beras analog juga memiliki potensi yang besar di Indonesia yang memiliki sekira 21 juta ha lahan untuk perkebunan. Selain itu, beras analog juga terbuat dari bahan-bahan pangan lokal yang ada di Tanah Air.

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan, Depok sudah melakukan kesepakatan dengan IPB untuk bekerjasama dalam menyediakan beras analog. Pemerintah Kota Depok bertekad untuk menyosialisasikan penggunaan beras analog tersebut yang sejalan dengan program ODNR. Dalam program tersebut, sudah dicoba cara konvensional seperti mengganti nasi dengan kentang dan ubi yang direbus. Namun penggunaan beras analog dianggap sebagai atrenatif paling ideal dalam program ODNR.

Saat ini, kata Nur Mahmudi, sudah muncul banyak permintaan beras analog di Depok selain dari pemerintah daerah. Permintaan tersebut di antaranya dari perusahaan katering, rumah makan, dan rumah sakit.

“Saat ini saja sudah ada satu rumah makan di Jalan Margonda yang mulai menggunakan beras analog dalam setiap menunya, harganya akan dijual Rp9.000 per kilogram,” imbuh Nur Mahmudi.

Sumber : http://kampus.okezone.com

Related Posts

Leave a Replay

Recent Posts

Follow Us

Play Video