Apakah Anda pernah membayangkan jika ada alat penyemprot hama tumbuhan yang bisa digunakan untuk charging handphone dan memutar musik?
Kini, khayalan tersebut menjadi kenyataan. Alat penyemprot pertanian multiguna tersebut merupakan inovasi terbaru dari lima mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB); Nopri Suryanto, Hafiyyan Naufal, M Nafis Rahman, Aynal Fuadi (keempatnya angkatan 2009) dan Sujarwedi (2008).
Kelimanya melihat, salah satu masalah yang dihadapi para petani Indonesia adalah pada proses penyemprotan insektisida untuk tanaman mereka. Insektisida ini biasanya digunakan untuk membasmi hama seperti belalang, ulat, dan wereng. Penyemprotan tanaman juga dibutuhkan untuk mengatasi masalah layu batang, busuk buah dan memberantas gulma.
Nopri menjelaskan, selama ini, para petani menggunakan beberapa jenis alat penyemprot yang beredar di pasaran, yakni boom sprayer, power sprayer,dan manual sprayer. Namun ketiga jenis sprayer ini dirasa petani masih belum efektif dan efisien. Boom sprayer misalnya, butuh daya besar, menggunakan BBM, mahal, dan hanya dapat digunakan untuk lahan yang luas. Power sprayer, selain membutuhkan BBM, bobotnya juga berat dengan tangki yang kecil. Alat ini juga relatif mahal dan bising. Sedangkanmanual sprayer membutuhkan tenaga manusia yang cukup besar karena si pengguna harus terus menerus memompa tuas penyemprot sehingga dia cepat lelah. Selain itu hasil semprotannya pun tidak konstan.
“Penggunaan ketiga jenis sprayer tersebut hingga saat ini belum efisien untuk lahan sawah dan perkebunan yang miring dan terjal, serta pada petakan lahan yang cukup luas,” kata Nopri dalam Media Briefing Tanoto Student Research Award (TSRA) 2013 di Cyber Building 2, Jakarta, Selasa (29/1/2013).
Berangkat dari masalah tersebutlah, Nopri cs merancang sebuah teknologi tepat guna. Mereka merumuskan desain alat penyemprot yang dapat digendong, menyesuaikan kebiasaan petani, mekanismenya otomatis karena menggunakan tenaga manusia seminimal mungkin, serta memanfaatkan energi terbarukan sehingga ramah lingkungan. Ide mereka pun dieksekusi dengan memanfaatkan energi matahari mengingat Indonesia kaya akan potensi sumber energi matahari.
Prinsipnya, kata Nopri, radiasi sinar matahari disimpan ke dalam panel surya yang ditempatkan di bagian belakang sprayer pada sebuah rangka. Selain panel surya, ada juga tangki untuk menyimpan cairan semprotan yang dihubungkan dengan selang penyemprot otomatis.
“Untuk mengoperasikannya, pengguna cukup menggendong alat ini dan memencet tombol yang ada di selang penyemprot. Desainnya yang mudah dibawa juga membuat alat ini dapat digunakan pada lahan yang miring atau untuk tempat yang sulit dijangkau seperti di puncak pohon,” imbuh Nopri.
Proses pengisian baterai (charge) alat yang diberi nama Eco – Electric Sprayer ini dapat dilakukan selama ada sinar matahari. Satu kali chargemembutuhkan sekira sembilan jam. Waktu yang dibutuhkan akan lebih sedikit jika radiasi matahari lebih besar alias cuaca panas.
Menurut Nopri, alat buatan timnya memiliki berbagai keunggulan dibandingkan alat penyemprot pabrikan yang sudah beredar di pasaran. Dari segi penggunaan, Eco-Electric Sprayer ini praktis dan otomatis serta mendukung mobilitas yang tinggi dan efisiensi penyemprotan hingga 79 persen. Selain itu, desainnya ergonomis sehingga memungkinkan penyemprotan untuk semua kondisi lahan. Alat ini bahkan dapat dengan mudah ditempatkan di sepeda motor.
Uniknya, inovasi yang dibanderol dengan harga Rp 2.125.000 ini juga punya kegunaan lain, yakni sebagai alternatif penyuplai listrik skala kecil. Kok bisa?
“Kelebihan energi listrik dari panel surya bisa kita manfaatkan untuk mencharge handphone atau menyalakan kipas angin kecil. Kita bisa juga menghubungkan baterai Eco-Electric Sprayer ini dengan alat pemutar musik dan mendengarkan lagu-lagu favorit,” kata Nopri sambil mendemonstrasikannya.
Eco-Electric Sprayer sudah diterapkan di berbagai lokasi mitra kerja, seperti di kelompok tani Setia Maju Kecamatan Semaka, Lampung dan kelompok tani di Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Inovasi aplikatif ini pun diganjar predikat juara pertama pada ajang Tanoto Student Research Award (TSRA) 2013. TSRA merupakan kompetisi tahunan yang diselenggarakan oleh Tanoto Foundation sejak 2007 melalui kerjasama dengan berbagai himpunan mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tahun lalu, TSRA menggandeng IPB sebagai peserta.
Sumber: http://kampus.okezone.com