Diperkirakan akan terjadi kenaikan harga bahan pokok termasuk komoditas pertanian di semua daerah pada pertengahan Januari 2013. Kenaikan harga ini terjadi merata di tingkat pengecer sehingga beban ekonomi rakyat kian berat.
Berdasarkan pantauan di sejumlah pasar tradisional, selain harga beras, kini harga telur ayam ras, cabai merah, dan ikan laut terus melonjak. Di pasar tradisional Kota Yogyakarta, telur ayam dijual dengan harga Rp 17.800 hingga Rp 18.000 per kilogram. Harga ini mengalami kenaikan sekitar Rp 1.500 jika dibandingkan dengan akhir Desember 2012.
“Harga telur ayam terus naik sedikit demi sedikit. Harga di pengecer bisa lebih mahal lagi,” kata seorang pedagang bahan kebutuhan pokok di Pasar Beringharjo, Heni Purwanti, di Yogyakarta, Senin (14/1).
Dia mengaku, harga bahan kebutuhan pokok lain seperti beras dan gula pasir cenderung naik sedikit. Saat ini dijual Rp 9.000 hingga Rp 10.500 per kilogram untuk beras medium dan premium.
Bahkan, sejumlah pedagang telur ayam di Pasar Induk Kolpajung, Pamekasan, mengatakan, harga telur melejit hingga Rp 20.000 per kilogram. Para pedagang juga mengeluhkan pasokan telur ayam berkurang dalam sepekan ini. Menurut pedagang telur ayam, Fatur, permintaan tetap banyak meski pasok telur berkurang. Pada pekan lalu, harga telur masih bertahan Rp 16.000-Rp 17.000 per kilogram. Selama cuaca buruk, harga telur naik menjadi Rp 20.000 per kilogram.
Di tempat terpisah, selain telur, harga cabai di Pasar Wage, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melonjak akibat kurangnya pasok dari petani. Harga cabai rawit merah yang sebelumnya hanya Rp 20.000 per kilogram, saat ini naik menjadi Rp 30.000 per kilogram. Demikian pula dengan cabai merah besar, yang sebelumnya hanya Rp 6.000, naik menjadi Rp 10.000 per kilogram.
Seorang pedagang di pasar tersebut, Endang (43), mengatakan, kenaikan harga cabai itu disebabkan berkurangnya pasokan dari petani di sentra-sentra tanaman sayuran. Menurut dia, petani lebih memilih menanam sayuran selain cabai karena dinilai lebih tahan terhadap kondisi cuaca yang sering hujan.
“Ini biasa terjadi, setiap kali musim hujan petani enggan menanam cabai karena produksinya akan terganggu sehingga mereka memilih tanam sayuran. Akibatnya, pasokan cabai berkurang dan harganya melonjak,” tuturnya.
Hal itu dibenarkan salah seorang petani di sentra tanaman sayuran, Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Sugito. Dia mengaku lebih memilih menanam sayuran karena sangat berisiko jika menanam cabai. “Menanam cabai saat musim hujan sangat berisiko sehingga harga cabai di pasaran melonjak akibat kurangnya pasokan,” tuturnya.
Selain cabai, menurut dia, beberapa jenis sayuran juga mengalami kenaikan harga, seperti tomat naik dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 5.000 per kilogram.
Terkait kondisi itu, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bungaran Saragih mengatakan, berbagai pemicu kenaikan harga dan penurunan produksi seperti cuaca ekstrem maupun kendala distribusi selalu menjadi alasan bagi pemerintah. Padahal, permasalahan itu semestinya bisa diantisipasi pemerintah karena kendala itu bukan pertama kali terjadi pada siklus harga dan produksi pangan nasional.
Namun, lonjakan harga yang terjadi secara musiman itu selama ini hanya diantisipasi oleh pemerintah dengan cara instan (jangka pendek). Akibatnya, para spekulan leluasa memainkan harga saat pasok bahan kebutuhan masyarakat berkurang karena pemerintah tidak memegang kendali atas stok bahan pangan dan komoditas lainnya jika terjadi kelangkaan atau kekurangan di pasaran.
Oleh karena itu, kata dia, penyelesaian produksi pangan harus dilakukan dengan rencana jangka panjang. Apalagi masih banyak perbaikan di sektor pertanian, yakni perbaikan terhadap lahan pertanian nasional serta penyebaran benih unggul yang meningkatkan produksi dan tahan terhadap cuaca.
Sumber: http://www.suarakarya-online.com