Perlunya Memperketat Pengawasan Beras Impor

Yadi Haryadi, Peneliti keamanan pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mengimbau pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap proses masuknya bahan pangan impor ke Indonesia, terutama beras yang jumlahnya cukup besar. Hal ini dilakukan untuk melakukan tindakan antisipasi dan pencegahan masuknya komoditas pangan impor yang di dalamnya terkandung zat berbahaya.

“Karena, tidak menutup kemungkinan adanya bahan pangan yang tercemar zat beracun dan berbahaya lolos masuk ke Indonesia,” katanya di Bogor, Sabtu (13/10), terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa beras impor dari Thailand mengandung arsenik.

Menurut dia, beras yang tercemar arsenik dapat membahayakan tubuh secara kronis. Efeknya baru dirasakan setelah dalam jangka waktu yang lama. Arsenik kemungkinan terdapat dalam beras dari sisi proses budi daya, misalnya tanah tempat menanam padi dan pupuk yang digunakan. Sementara dari sisi pengolahan, tidak mungkin terjadi pencemaran arsenik.

Karena itu, antisipasi dilakukan tidak hanya pada beras impor, tetapi juga beras produk dalam negeri yang padinya ditanam pada tanah-tanah yang mencurigakan, seperti bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau yang dekat dengan TPA. Pencemaran logam lainnya, seperti merkuri, juga dapat terjadi pada pengolahan emas dan logam lainnya secara liar, di mana limbahnya dibuang ke sungai yang mungkin mengairi persawahan.

Pada bagian lain, Yadi Haryadi juga mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan dengan isu beras yang mengandung arsenik. Staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ini menilai isu tersebut baru terbukti di Amerika Serikat (AS), sedangkan di Indonesia hingga kini belum ada.

Seperti diketahui, sepanjang tahun ini Indonesia sudah mengimpor 996.230 ton beras senilai 562,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 5,3 triliun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Juli 2012, beras impor terbanyak datang dari Vietnam sebesar 491.000 ton senilai 284 juta dolar AS. Selanjutnya dari Thailand sebesar 268.500 ton senilai 157,1 juta dolar AS. Beras dari India rupanya juga diminati warga Indonesia. Hingga Juli 2012, impor beras dari India sebanyak 165.300 ton dengan nilai 80,9 juta dolar AS.

Pemerintah juga mendatangkan beras dari Pakistan sebanyak 58.200 ton senilai 23,1 juta dolar AS dan beras dari China sebanyak 3.098 ton dengan nilai 11,2 juta dolar AS.

 

Isu Ketahanan Pangan

Di lain pihak, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan mengatakan, Indonesia belum menjadikan isu ketahanan pangan sebagai prioritas. Bahkan, alokasi anggaran untuk pertanian berada di peringkat lima dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

“Alokasi anggaran untuk pertanian hanya sebesar Rp 37 triliun, di mana Rp 16 triliun diperuntukkan untuk subsidi pupuk,” ujarnya.

Menurut Fadhil, keberpihakan pada petani sebaiknya bukan pada opsi subsidi pupuk, melainkan dalam bentuk insentif lain. Apalagi, pemerintah memberikan insentif potongan bea masuk bagi bahan pangan impor.

“Bagaimana petani di negeri ini dapat sejahtera bila harga kebutuhan pangan dari luar negeri ternyata lebih murah dari hasil pangan dalam negeri,” katanya.

Dia menjelaskan, negara-negara Barat yang menyuarakan liberalisasi, dalam praktiknya justru melakukan proteksi terhadap produk pangan dalam negerinya. Contohnya di Eropa, setiap sapi disubsidi 2 dolar AS per hari.

Sementara itu, ekonom Iman Sugema menyoroti keterkaitan antara ketahanan pangan dan penyediaan lahan. Menurut dia, Amerika Serikat, Eropa, dan Brasil merupakan negara-negara yang mampu memberikan kesejahteraan bagi petaninya, karena memiliki tanah paling luas dibanding petani lain di dunia.

Terkait hal ini, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, Bulog memiliki sejumlah program dan strategi untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Hal ini tergambar dalam Strategi Pokok Bulog, di antaranya pelaksanaan kerja sama antara divre/subdivre Bulog dengan dinas terkait di daerah.

Sumber : http://www.suarakarya-online.com

Related Posts

Leave a Replay

Recent Posts

Follow Us

Play Video